Apa dan Siapa Habib Umar bin Hafidz?

Oleh: Sayyid Abdul Qadir Umar Mauladdawilah Nasab beliau adalah: Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Abdullah bin Abibakar bin Idrus bin Husein bin Syeikh Abibakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Sahib Mirbat bin Ali Khali‘ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidallah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidi bin Jakfar Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sorot matanya tajam, raut mukanya tampak bercahaya, bibirnya tersenyum mengembang, jenggot merahnya hampir menutupi leher. Itulah ciri fisik Habib Umar bin Hafidz yang khas. Suaranya yang lantang, badannya yang tegak dengan dibalut jubah dan sorbannya yang dikenakan semakin menambah kewibaannya. Pribadinya santun dan rendah hati. Beliau memiliki akhlak yang terpuji dan memberikan contoh yang diajarkan Rasulullah dengan perilaku yang nyata pada dirinya. Beliau adalah berkah bagi kaum muslimin saat ini. Nasab beliau adalah: Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Abdullah bin Abibakar bin Idrus bin Husein bin Syeikh Abibakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman assegaf bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Sahib Mirbat bin Ali Khali‘ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidallah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidi bin Jakfar Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Habib Umar lahir di Kota Tarim, sebuah kota yang terkenal dengan sebutan “Kota Seribu Wali”. Sebutan itu tidaklah mengada-ada bagi kota tertua di Negeri Hadramaut wilayah Yaman Selatan ini. Dari sinilah banyak bermunculan para auliya’, orang-orang shaleh, ulama yang ikhlas dan mengamalkan ilmunya ke seantero penjuru bumi. Mereka terdiri dari golongan kaum yang dekat dengan Allah. Salah satunya adalah Habib Umar bin Hafidz yang lahir di Tarim pada hari Senin, 4 Muharram 1388 H bertepatan dengan 27 Mei 1963 M, sebelum fajar. Beliau dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan cahaya keilmuan yang diwarisi dari para keturunan suci dan mulia. Di kota inilah beliau tumbuh dalam didikan keluarga yang penuh dengan keimanan, ketakwaan, ilmu dan akhlak yang luhur. Sedari kecil beliau ditanamkan nilai-nilai kebajikan yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau tumbuh dalam lingkungan Ahlussunnah wal jama’ah, yang bermadzhabkan Syafi’i dengan Thariqah Bani Alawi, sebagaimana para leluhurnya yang mulia. Guru pertama beliau tak lain adalah ayahnya sendiri Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, seorang Mufti Kota Tarim yang juga merupakan pejuang. Ayahnya adalah salah seorang ulama intelektual Islam yang mengabdikan hidupnya demi tersebarnya syiar Islam, berani mengatakan kebenaran dan mengajarkan hukum-hukum suci nan mulia dalam Islam. Pada saat itu negeri Yaman Selatan dikuasai oleh Uni Soviet yang berfaham komunis dan anti agama. Musuh utama mereka adalah para ulama Islam yang merupakan penghalang besar bagi penyebaran ideologi mereka. Melihat sepak terjang Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz (ayah Habib Umar), Komunis menganggap beliau merupakan batu sandungan mereka. Maka pada suatu waktu dalam masjid, ketika Habib Umar sedang menemani ayahnya untuk menunaikan Shalat Jumat, Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz diculik oleh gerombolan komunis, kain Habib Umar kecil pun kemudian pulang ke rumahnya sendirian dengan membawa rida’ milik ayahnya. Sejak saat itu Habib Umar tak pernah lagi melihat sang ayah hingga saat ini. Semenjak kecil, Habib Umar tumbuh menjadi seorang Yatim. Namun keyatiman beliau tidak menghalangi sedikitpun langkahnya untuk menuntut ilmu. Memang jika kita pelajari jejak langkah para ulama dan habaib terdahulu, khususnya yang berada di Kota Tarim, mereka tidak khawatir akan masa depan pendidikan anak-anaknya, bilamana mereka meninggal dan anak-anaknya masih kecil.. Hal itu tidak lain karena mereka telah melakukan kaderisasi serta mujahadah dan doa yang tulus, agar kelak para keturunannya dapat istiqamah mengikuti ajaran dan tuntutan para pendahulunya yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Semua itu juga didukung oleh lingkungan yang kondusif di Kota Tarim yang aman dari segala bentuk kemaksiatan. Jadi tidaklah mengherankan, jika kemudian Habib Umar kecil yang yatim kemudian tumbuh menjadi sosok pemuda yang gemar mempelajari ilmu-ilmu keislaman. Bakat dan kecerdasan beliau yang merupakan hasil didikan ruhani dan jasmani dari ayahanda dan para gurunya telah menjadikannya mampu menghafal Al-Qur’an pada usia yang sangat muda dan juga menghafal berbagai teks matan ilmu fiqih, hadis, bahasa Arab dan berbagai ilmu keislaman lainnya. Guru-guru beliau yang berada di Kota Tarim : 1. Al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz.(Ayah, sekaligus guru utama beliau) 2. Al-‘Allamah Al-Habib Muhammad bin Alwi bin Syihabuddin. 3. Munshib Al-Habib Ahmad bin Ali bin Syeikh Abibakar. 4. Al-Habib Abdullah bin Syeikh Al-Aydrus. 5. Al-Habib Abdullah bin Hasan Bilfaqih. 6. Al-Habib Umar bin Alwi Al-Kaaf. 7. Asy-Syeikh Taufiq Aman. 8. Al-Habib Ali Masyhur bin Muhammad bin Salim bin Hafidz. (Kakak kandung yang sekaligus berperan sebagai pengganti ayah bagi Habib Umar semenjak sang ayahandanya syahid). Semenjak membawa rida’ sang ayah, Habib Umar kecil menjadikan hal itu sebagai suatu pertanda bahwa ia harus meneruskan tanggung jawab sang ayah untuk menyebarkan Islam. Sejak itu ia semakin bersemangat dan berjuang keras agar dapat melanjutkan cita-cita sang ayah untuk mensyiarkan Agama Allah.. Meskipun berusia masih muda, kala itu Habib Umar telah benar-benar memahami Al-Qur’an, karena Allah telah memberikannya sesuatu yang khusus. Kealiman Habib Umar ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi keluarga dan kerabat. Mereka mengkhawatirkan akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan beliau dikirim ke Kota Baidha’ yang terletak di Yaman Utara. Sehingga beliau terhindar dari orang-orang yang ingin mencelakainya. Sayyid Muda itu tiba di Kota Baidha’ pada awal bulan Saffar tahun 1402 H bertepatan dengan bulan September tahun 1981 M. Di sana beliau berguru kepada Al-Imam Al-‘Arif Billah Al-Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar, yang kemudian menjadi mertua beliau. Selain kepada Al-Habib Muhammad Al-Haddar beliau juga belajar dan menerima ijazah dari Al-Habib Zein bin Ibrahin bin Smith (Yang kini berada di Madinah).. Di Kota Baidha’, selain belajar beliau juga berdakwah hingga ke pelosok yang umumnya masih dihuni oleh kaum Badui yang masih primitif. Dengan kesabaran, keikhlasannya serta keuletannya, beliau tak kenal lelah dalam berdakwah mensyiarkan Agama Allah. Hampir tak ada satu tempat pun yang terlewatkan dalam dakwah beliau untuk mengenalkan kembali cinta Allah dan Rasul-Nya (mahhabatullah wa rasulihi) shallallahu ‘alaihi was sallam pada hati kaum muslimin. Beliau banyak merintis beberapa majelis taklim didaerah Hadramaut. Beliau jarang sekali tidur, usahanya sangat gigih untuk mengembalikan umat Islam agar mereka berjalan di garis para salafunasshalihin yang tiada lain adalah cerminan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Kerja kerasnya tak sia-sia, banyak para pemuda yang tertarik dengan metode pengajaran beliau, di bawah bimbingan Habib Umar mereka seakan terbangun dari tidur yang panjang dan kelam. Mereka kemudian menjadi sosok pemuda yang bangga dengan identitas keislamannya, dan memusatkan perhatian mereka untuk meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Perjuangan Habib Umar yang ikhlas dan keteguhannya dalam mengajar di berbagai kota besar maupun kecil di Negeri Yaman Utara, telah mendapat dukungan dan simpatik dari para ulama yang berada di sana. Merekapun membantu dalam perjuangan dakwahnya. Beliaupun mengunjungi para ulama yang berada di Yaman, salah satunya di Kota Ta’iz. Disana beliau belajar dan mengambil ijazah kepada Mufti Ta‘iz, Al-Musnid Al-Habib Ibrahim bin Agil bin Yahya yang begitu perhatian dan cinta kepada Habib Umar. Setelah beberapa bulan di kota Baidha’ beliau kemudian melakukan perjalanan ibadah Haji di Tanah Suci serta mengunjungi makam datuknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Madinah. Di Hijaz beliau berkesempatan untuk menimba ilmu dan memperoleh ijazah dari para ulama besar disana. Pada bulan Rajab tahun 1302 H bertepatan bulan April 1982 M beliau bertemu Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assagaf yang berada di Kota Jeddah. Al-Habib Abdul Qadir menyaksikan bahwa di dalam diri Habib Umar muda terdapat semangat pemuda yang penuh cinta kepada Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliaupun juga berkesempatan menimba ilmu dan memperoleh ijazah dari kedua pilar keadilan di Hijaz, yaitu Al-Habib Al-Jawwad Ahmad Masyhur bin Toha Al-Haddad (Jeddah) dan Al-Habib Abubakar Attas bin Abdullah Al-Habsyi (Makkah). Beliau juga menimba ilmu dari Asy-Syeikh Al-Musnid Muhammad Isa Al-Fadani dan Al-‘Allamah As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani yang berada di KotaMakkah. Semenjak itu nama Habib Umar bin Hafidz mulai tersohor, karena kegigihan dan usaha beliau dalam menyerukan agama Islam dan memperbaiki serta mempopulerkan ajaran-ajaran para Salafuna Alawiyin. Kesohoran dan ketenaran Habib Umar tidak mengurangi sedikit pun niat dasar beliau. Setelah dari Hijaz, Negara Oman menjadi fase dakwah beliau kemudian. Beliau mendapatkan undangan dari sekelompok Muslim yang memiliki hasrat dan keinginan kuat untuk belajar tentang Thariqah Alawiyah. Beliaupun menyambut baik undangan tersebut dan kemudian mengajar dan berdakwah di sana hingga beberapa tahun. Sekembalinya dari Oman, sebelum ke Tarim, beliau singgah ke Kota Syihir, Yaman Timur. Beliau belajar kepada para ulama yang berada di kota tersebut sambil berdakwah.. Setelah itu beliaupun kembali ke kampung halamannya di Kota Tarim. Bertahun-tahun kota itu beliau tinggalkan dan waktu dihabiskan untuk belajar, berdakwah guna membentuk ruh Islami orang-orang di sekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan yang benar serta melarang yang salah (ber-amar ma’ruf nahi munkar). Pada tahun 1414 H, bertepatan dengan tahun 1993 M, beliaupun mengabadikan ajaran-ajarannya dengan membangun Pondok Pesantren Darul Mustafa. Beliau mendirikan Pondok Pesantren Darul Mustafa tersebut dengan tiga tujuan: Pertama, mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman secara ber-talaqqi (bertatap muka) dan para pengajarnya adalah para ahli yang memiliki sanad keilmuan yang dapat dipertanggung jawabkan. Kedua, menyucikan diri dan memperbaiki akhlak. Ketiga, menyebarkan ilmu yang bermanfaat serta berdakwah menyeru kepada jalan yang diridhai Allah subhanallahu ta’ala dan sesuai dengan apa-apa yang diajarkan oleh Rasulullah dan para salafuna shalihin.. Darul Mustafa merupakan hadiah terbesar beliau bagi dunia. Dari pesantren inilah ajaran para salafuna shalihin diserukan, hingga menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dalam waktu yang demikian singkat, penduduk Tarim telah menyaksikan berkumpulnya para murid dari berbagai daerah yang jauh bersatu di satu kota yang hampir terlupakan karena pernah dikuasai oleh kaum atheis komunis. Para muridnya banyak berasal dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Kepulauan Comoro, Tanzania, Kenya, Sudan, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat, Kanada, Yaman, Oman, Emirat, Saudi Arabia, syuria dan juga dari negara-negara Arab lainnya. Habib Umar adalah seorang orator ulung, da’i yang ikhlas, setiap khutbah dan tausiah yang beliau sampaikan membuat dejak kagum bagi orang yang menyimaknya. Tidak berlebihan kalau beliau dijuluki “Singa Podium”. Bagaimana tidak, setiap orang yang mendengarkan ceramahnya, sekeras apapun hatinya pasti akan menitikkan air mata, walupun orang yang menyimaknya tidak mengerti bahasa arab. Selain da’i Habib Umar juga merupakan seorang yang mumpuni dalam ilmu hadis. beliau banyak hafal hadis berikut matan dan sanadnya dari dirinya hingga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam. Selain itu beliau juga ahli dalam ilmu tafsir Al-Qur’an. Malam harinya beliau pergunakan, beribadah dan bertafakur kehadirat Allah. Sedangkan siang harinya beliau pergunakan untuk khidmah kepada umat. Pernah dikasahkan pada suatu hari seorang tamu bersikeras ingin duduk bersama beliau hingga tengah malam, lalu Habib Umar izin kepada tamu tersebut untuk shalat malam, dan tamu tersebut berkata: “Baiklah Habib tapi saya tetap akan menunggu anda”, maka Habib Umar pun mengangguk, lalu beliau tidak keluar dari tempat shalatnya hingga kemudian dikumandangkannya adzan subuh, maka Tamu itupun berkata: “Habibana, antum meninggalkan saya hingga subuh?”, beliau berkata: “Maafkan saya, aku bertamu kepada yang maha tunggal dan jika aku bertamu kepada-Nya, aku merasakan kelezatan dan aku lupa pada semua selain-Nya”. Habib Umar tinggal di Tarim, Hadramaut, Yaman Selatan. Selain aktif berdakwah di berbagai belahan dunia, beliau juga mengawasi perkembangan Pondok Pesantren Darul Mustafa dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun di bawah manajemen beliau. Darul Mustafa kini telah memiliki lebih dari 30 cabang yang tersebar di berbagai tempat di Hadramaut, Yaman Utara, Emirat, Hijaz, Indonesia, Malaysia. Para murid yang telah belajar di Darul Mustafa kemudian berdakwah di daerah asalnya masing-masing. Mereka menyampaikan apa-apa yang telah mereka peroleh dari ilmu yang telah di ajarkan oleh Habib Umar untuk menyebarkan kebaikan serta rahmat bagi makhluk Allah. Selain melakukan kaderisasi, Habib Umar juga merupakan ulama yang produktif dalam menulis. Beberapa kitab karangannya antara lain: Is’af At-Thalibi, Ridho Al-Kholaq bi bayan Makarimal Akhlaq, Taujihat At-Thullab, Syarah Mandzumah -Sanad Al-‘Ulwi, Adz-Dzakirah Al-Musyarrafah..Dan karya beliau yang paling monumental adalah Dhiyaullami’ bidzikri Mauliduhu Asy-syafi’, yang berisi bait-bait syair pujian terhadap Rasulullah, di Indonesia lebih dikenal dengan Maulid Dhiyaullami’ atau Maulid Habib Umar. Hingga saat ini beliau masih memegang peran aktif dalam penyebaran dakwah Islam, sedemikian aktifnya sehingga beliau meluangkan hampir sepanjang tahunnya mengunjungi berbagai negara di seluruh dunia demi melakukan kegiatan-kegiatan mulianya. Tidak ketinggalan pula di Indonesia. Tahun 1994 M adalah awal kedatangan beliau ke Indonesia. Sebelumnya Al-Habib Anis bin Alwi Al-Habsyi, Solo mengeluh kepada Al-Imam Al-‘Arif billah Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, Jeddah tentang keadaan para Alawiyin di Indonesia yang mulai jauh dan lupa akan nilai-nilai ajaran para leluhurnya. Lalu Al-Habib Abdul Qadir pun mengutus Habib Umar bin Hafidz untuk mengingatkan dan menggugah ghirah para Alawiyin di Indonesia. Kini, setiap awal Bulan Muharram beliau sempatkan datang ke Indonesia guna memberikan nasehat, ilmu serta mengingatkan kita akan Thariqah Alawiyin. Semoga Allah menjaga kesehatan beliau, memanjangkan usia beliau, memudahkan segala urusan beliau, menjadikan keturunnanya dan para anak muridnya sebagai penerus dakwah beliau dan menggolongkan kita semua termasuk sebagai orang-orang yang suka berkumpul bersama kaum shalihin seperti beliau. Amin….. (Dikutip dari buku “Habib Umar bin Hafidz Singa Podium”)

Baca Selengkapnya...

Meneladani Akhlak Rasulullah Saw, Strategi Dakwah yang Santun

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzab [33]: 21).
Setiap tanggal 12 Rabiul Awal, umat Islam hampir di seluruh dunia, khususnya di Indonesia memperingati hari lahir Muhammad Saw. Peringatan tak lain bertujuan untuk mengingat kembali jejak kehidupan dan perjuangan Rasulullah Saw sejak lahir hingga Islam menyebar ke seluruh dunia. Sikap dan tindakan Rasulullah Saw ketika berinteraksi dan berjuang menyampaikan risalah Islam selalu menjadi bahan renungan dan teladan umat manusia dewasa ini. Karena keluhuran budi pekertinya, tak heran bila Rasulullah Saw menjadi sosok yang disegani, baik oleh kawan maupun lawan.
Ceramah-ceramah para dai dalam setiap momentum Maulid Nabi Muhammad Saw pun tak lepas dari ulasan-ulasan mengenai keluhuran budi pekerti beliau. Keluhuran budi itu pula yang selalu ditekankan, baik kepada kawan maupun lawan. Rujukan utama moral tiada lain adalah Rasulullah Saw yang telah menunjukkan sikap bijak dan berwibawa dalam setiap masalah yang dihadapi masyarakat saat itu. Meneladani akhlak Nabi adalah suatu keniscayaan.
Rasulullah Saw adalah figur teladan abadi sepanjang zaman. Kewibawaan dan sikap-sikap pribadinya telah dicatat dalam berbagai buku sejarah kehidupan beliau (sirah nabawiyah).
Karena kekaguman dan kehebatannya tersebut, Michael Hart, guru besar astronomi dan fisika perguruan tinggi di Maryland, AS dalam bukunya 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, menempatkan Nabi Muhammad Saw pada urutan pertama. Ini adalah bentuk obyektif tentang Nabi Muhammad Saw. Keluhuran budi pekerti beliau, terutama ketika berhadapan dengan Sumamah, seorang pembesar kharismatik Kabilah Hunaifiyah yang paling memusuhi Islam.
***

Sumamah adalah tokoh Hunaifiyah yang banyak membunuh para pemeluk agama Islam. Namun pada akhirnya, ia tertangkap dan menjadi tawanan pihak muslim. Tawanan itu pun diajukan ke hadapan Rasulullah. Segera setelah melihat Sumamah, beliau memerintahkan para sahabat di sekelilingnya agar memperlakukannya dengan baik. Sumamah sangat rakus bila makan, bahkan bisa melahap jatah makanan sepuluh orang sekaligus tanpa merasa bersalah.
Setiap kali bertemu Nabi ia selalu mengatakan, “Muhammad! Aku telah membunuh orang-orangmu. Jika kamu ingin membalas dendam, bunuh saja aku! Namun jika kamu menginginkan tebusan, aku siap membayar sebanyak yang kamu inginkan.”
Rasulullah hanya mendengarkan ucapannya dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Beberapa hari kemudian Rasulullah membebaskan Sumamah pergi. Setelah melangkah beberapa jauh, Sumamah berhenti di bawah sebuah pohon. Ia selalu berpikir, berpikir, dan berpikir. Kemudian ia duduk di atas pasir dan masih tetap tidak habis pikir. Setelah beberapa lama ia bangkit, lalu mandi, dan mengambil air wudlu, kemudian kembali menuju rumah Rasulullah. Dalam perjalanan menuju rumah Rasulullah ia menyatakan masuk Islam.
Sumamah menghabiskan beberapa hari bersama Rasulullah dan kemudian pergi ke Mekah untuk mengunjungi Ka’bah. Sesampainya di sana, Sumamah menyatakan dengan suara lantang, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.”
Saat itu Mekah masih berada di bawah kekuasaan Quraisy. Orang-orang menghampirinya dan mengepung. Pedang sudah terayun-ayun mengintai kepala dan lehernya. Salah seorang dari kerumunan itu berkata, “Jangan bunuh dia! Jangan bunuh dia! Dia adalah penduduk Imamah. Tanpa suplai makanan dari Imamah kita tidak akan hidup.”
Sumamah menimpali, “Tetapi itu saja tidak cukup! Kalian telah sering menyiksa Muhammad. Pergilah kalian menemuinya dan minta maaflah pada beliau dan berdamailah dengannya! Kalau tidak, maka aku tidak akan mengizinkan satu biji gandum pun dari Imamah masuk ke Mekah.”
Sumamah kembali ke kampung halamannya dan ia benar-benar menghentikan suplai gandum ke Mekah. Bahaya kelaparan mengancam peduduk Mekah. Para penduduk Mekah mengajukan permohonan kepada Rasulullah, “Wahai Muhammad! Engkau memerintahkan agar berbuat baik kepada kerabat dan tetangga. Kami adalah kerabat saudaramu, akankah engkau membiarkan kami mati kelaparan dengan cara seperti ini?”
Seketika itu pula Rasulullah menulis surat kepada Sumamah, memintanya untuk mencabut larangan suplai gandum ke Mekah. Sumamah dengan rela hati mematuhi perintah tersebut. Penduduk Mekah pun selamat dari bahaya kelaparan. Seperti yang sudah-sudah, setelah mereka kembali menerima suplai gandum, mereka mulai mempersiapkan rencana busuk untuk menyingkirkan Rasulullah.
***
Mengapa Sumamah masuk Islam? Sumamah masuk Islam karena ia mendapat perlakuan baik dari Rasulullah dan para sahabat. Padahal, saat itu Rasulullah punya kuasa untuk menghabisi nyawa Sumamah, baik dengan tangannya sendiri maupun melalui para sahabat. Kalaupun Sumamah dibunuh, wajar karena ia telah membunuh banyak orang dari kaum Muslim.
Namun, mengapa Rasulullah tidak berbalas dendam kepada Sumamah atas banyaknya korban nyawa kaum Muslim? Di sinilah letak keluhuran budi Rasulullah. Untuk “menjinakkan hati” seseorang, Rasulullah tidak dendam dengan melakukan tindak kekerasan yang sama—seperti yang pernah dilakukan oleh Sumamah terhadap kaum Muslim. Rasulullah justru menunjukkan sikap baiknya dengan memberi makan seperti yang disukai Sumamah. Karena telah menaruh simpati yang dalam terhadap Rasulullah, ia masuk Islam dan ia memenuhi permintaan Rasululah Saw untuk mencabut larangan suplai gandum bagi penduduk Mekah.
Keluhuran budi Rasulullah Saw. tak diragukan lagi, baik terhadap kawan maupun lawan. Beliau adalah sosok ideal yang layak kita tiru, tidak terkecuali dalam dakwah. Dengan sikap lembutnya, beliau mampu menyuguhkan dakwah memikat. Sejarah telah membuktikan kepada kita betapa Rasulullah Saw selalu berhasil menaklukkan lawan bicara dan akhirnya mereka tertarik serta masuk Islam dengan penuh kesadaran. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad Saw. dapat kita rasakan hingga hari ini di mana Islam mampu menembus pelosok dunia yang semakin mengglobal.
***
Dunia global telah merangsang perkembangan di berbagai aspek kehidupan. Objek dan tantangan dakwah pun semakin komplek. Para penggiat dakwah dituntut untuk mengimbangi kecerdasan objek dan tantangan dakwah tersebut. Momen Maulid Nabi Muhammad Saw dapat menjadi historic research (penyelidikan sejarah) bagi kaum Muslim, sehingga dapat meneledani strategi dakwahnya.
Derasnya arus informasi menuntut kita lebih giat menyuarakan kebenaran dan waspada atas berbagai efek negatif era global. Maraknya gerakan radikalisme agama merupakan salah satu dampak negatif globalisasi yang kini menjadi tantangan terberat dakwah Islam. Hampir-hampir umat Islam digiring untuk membenci kelompok non-Islam dan diprovokasi untuk berkonflik dengan aliran-aliran yang berbeda dengan arus utama. Jika fenomena ini dibiarkan, maka umat akan tercabik-cabik karena kebencian dan permusuhan.
Sikap Rasulullah Saw memperlakukan musuh harus kita jadikan rujukan dalam dakwah era global yang semakin banyak tantangan. Demi integrasi dan keutuhan umat Islam dan umat beragama lain, dakwah persuasif yang mendahulukan keluhuran budi pekerti mesti kita tonjolkan. Jangan sampai umat terkoyak-koyak dengan berbagai hasutan yang mengarah pada kebencian dan permusuhan. Apa jadinya bangsa ini jika umat beragama hidup dalam ketidakharmonisan.
Oleh karena itu, momentum Maulid Nabi Muhammad Saw dan keluhuran akhlak beliau dalam berinteraksi dengan kawan dan lawannya harus menjadi rujukan dakwah. Dengan semangat itu, kita berharap dapat menebar dakwah Islam dengan penuh kedamaian, sehingga dapat menopang toleransi beragama. Keluhuran akhlak Rasulullah Saw. itu kini mesti tercermin dalam sikap para pendakwah agar Islam menjadi rahmat semesta alam.
http://alkisah.web.id/

Baca Selengkapnya...

KHUTBAH JUM’AT AL HABIB UMAR BIN HAFIZH

Beliau adalah Seorang Figur Ulama Mufti Dunia,yang sering dijadikan Rujukan Ulama Diseluruh Dunia,Semoga ALLAH SWT Merahmatinya,juga bagi Kita sekalian, Amiin.Dan dalam Rangkaian Kegiatan Beliau dalam Kunjungannya ke Indonesia,yang dihadiri juga oleh Para Ulama dari berbagai Golongan.Diantara yang diwasiatkannya adalah:
Segala sesuatu sangatlah mudah bagi Allah SWT,sekalipun menghimpun manusia di hari kiamat yang telah dipastikan.
Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah SWT, satu-satunya, yang tiada sekutu bagi-Nya. Dialah yang bakal meletakkan seluruh manusia di hadapan-Nya, guna diberi pahala atau siksa.
Ketika itu, beruntunglah manusia-manusia beriman yang pandai memanfaatkan waktu hidupnya dengan menghadiri majelis kebajikan, ketaatan dan dzikir, dan menyesallah mereka yang telah menghabiskan umurnya untuk berbuat maksiat.

Aku bersaksi bahwa sang panutan, Nabi Muhammad SAW adalah rasul yang diutus oleh-Nya untuk menabur hidayah di muka bumi.

Ya Allah limpahkanlah salawat dan salam kepada Baginda Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang patuh kepada beliau hingga hari akhir nanti.
Wahai hamba Allah
Dalam majelis ini, aku berwasiat kepada Anda samua, sekaligus kepada diri sendiri agar senantiasa bertakwa kepada Allah SWT. Ketahuilah, barangsiapa bertakwa kepada Allah SWT, ia akan hidup penuh kekuatan dan berjalan di bumi-Nya dengan rasa aman dan tentram
Wahai hamba Allah
Ada dua perkara yang menyebabkan umat Rasulullah SAW ini kerap kali dilanda musibah dan bencana, dan sayang sekali, mereka tidak menyadari, atau bahkan tidak mempedulikanya sama sekali, sekalipun beliau SAW dan para Ulama telah sering mengingatkan.
Dua perkara itu adalah, pertama, tiadanya penghargaan akan waktu, kesempatan dan umur yang telah dianugerahkan Allah Subhanahu Wata’ala.
Sekarang ini, umumnya umat telah menyia-nyiakan waktu dan membuangnya untuk hal-hal yang kosong. Sebagian lagi menghabiskan waktu dalam perbuatan makruh, dan, bahkan kemaksiatan. Perbuatan ini setianya memancing amarah Allah SWT.
Namun mereka abaikan serta tak mengindahkan. Maka tidaklah mengherankan apabila bencana demi bencana mulai merebak di negeri muslimin.
Kedua, pergaulan dan persaudaraan yang tidak lagi dilandasi ‘itikad baik. Ketika umur dan waktu terbengkalai, ketika perkawanan tidak lagi dilandasi niat baik, maka kerusakan merajalela, fitnah dan cobaan bakal mendera umat, tak peduli di desa maupun di kota.
Baginda Nabi SAW, dalam sabda-sabdanya, telah banyak mengingatkan umat agar memanfaatkan waktu dengan maksimal dan mendasari pergaulannya dengan niat soleh.
Semua itu demi kebaikan umat sendiri. Akan tetapi sayang, orang-orang sudah menutup telinga dan mata.
Mereka tak lagi berminat mendengarkan seruan beliau SAW.
Sadarlah wahai muslimin/wahai hamba Allah. Waktu adalah esensi kehidupanmu.
Umur adalah peluang yang diberikan kepadamu. Berharga atau tidaknya hidupmu bergantung pada bagaimana kau memanfaatkan usiamu itu.
Rasulullah SAW bersabda, Di hari pembalasan nanti, dua telapak kaki seorang hamba akan tertahan dijembatan sirat. Takkan beranjak sampai ia ditanya mengenai empat hal. untuk apakah seluruh umur hidupnya? Dikemanakan usia mudanya? Dari mana ia mendapatkan harta dan digunakan untuk apakah harta itu? Sudahkah ilmunya diamalkan?
Wahai hamba Allah
Kita wajib kembali ke jalur yang telah digariskan Rasulullah SAW. Beliau adalah insan yang selalu berkata jujur. Beliau adalah sang petunjuk, penyeru kebenaran, suluh umat, dan pemberi kabar-kabar dari Ilahi. Beliau sangat cinta kepada umatnya. Kasih beliau kepada kita lebih besar dari kasih orang tua kita sendiri kepada kita. Allah SWT berfirman,
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri”
Kembali ke dua hal di atas. Beliau SAW pernah mengabarkan, “Di dalam surga, para penghuninya masih merasakan suatu kerugian besar, yakni mengenai waktu yang telah berlalu—di kehidupan dunia—yang tidak mereka gunakan untuk berdzikir kepada Allah SWT.”
Beliau juga mewanti-wanti, “Ketika suatu kaum duduk bersama-sama, akan tetapi tidak mengingat Allah SWT sama sekali, maka mereka bakal merasakan penyesalan di hari kiamat nanti.”
Pergunakanlah waktu dengan aktifitas yang baik. Ikatlah persaudaraan dengan asas yang bagus serta tujuan yang penuh manfaat.
“Ketika seseorang menjalin kawan, meskipun sejenak di siang hari, kelak ia akan ditanya mengenai perkawanan itu: telahkan ia melaksanakan hak-hak Allah SWT atau meng-alpakannya?” begitulah yang dinarasikan Rasulullah SAW.
Saling ber-wasiatlah di jalan Allah dengan baik dan bersabarlah dengannya[pen]
Wahai hamba Allah
Kita sudah sering membuang-buang waktu. Di antara kita bahkan ada yang lebih banyak mengisi waktu untuk maksiat. Marilah kita renung-kan bersama.
Ke manakah malam-malam kita?
Untuk apakah umur-umur kita?
Apa yang kita kerjakan antara Maghrib dan Isyak?
Bagaimana kabar majelis muslimin, pasar-pasar dan warung-warung? Tempat-tempat itu telah menjadi ajang melupakan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Ingatlah, bagaimana Baginda Rasul senantiasa dzikir kepada Allah di setiap waktunya. Dulu, kaum muslimin tak pernah lalai untuk berdzikir, di mana saja, siang dan malam.
Akan tetapi kini, umat Islam, baik yang muda maupun yang tua, sudah menganggap remeh dzikir. Mereka malas mengingat Allah dan lebih suka membicarakan yang lain.
Ketika di dalam masjid sekalipun, mereka menganggap membaca Al-Quran tidak lebih ni’mat daripada bicara omong kosong.
Hingga kita kerap menyaksikan mereka bicara tak tentu arah di dalam rumah Allah. Bahkan tak segan mereka meletakkan Al-Quran yang tengah dibaca hanya demi bisa mengobrol bersama rekan-rekan mereka. Sungguh, Betapa genting keadaan muslimin.
Tak hanya itu, umat Islam sekarang cenderung menjauhi majelis ta’lim. Ketika majelis pengajian diadakan di suatu tempat, pesertanya selalu tak banyak. Orang-orang enggan datang dan lebih memilih kumpulan-kumpulan yang kurang baik.
Mereka adalah manusia yang rugi. Mereka bakal menyesal.
Keberadaan mereka sudah dinubuatkan Rasulullah SAW, “Manusia yang paling besar penyesalannya di akhirat kelak adalah mereka yang punya kesempatan untuk mengaji akan tetapi mereka sia-siakan kesempatan itu.”
Masa keemasan telah berlalu, yakni masa sahabat, tabiin, dan tabi’ut-tabiin. Masa ketika dzikir, baca Al-Quran dan hadis menjadi kebiasaan, baik ketika makan, minum, tidur, dan segala rutinitas.
Wahai hamba Allah
Ketahuilah, suatu majelis yang dilandasi niatan baik dan tujuan yang mulia, yakni ridha Allah dan Rasulullah, akan membuahkan kebajikan-kebajikan.
Di antaranya menangguhkan musibah, meredam permusuhan, dan mencegah perbuatan munkar, Semua itu lantaran sikap saling membantu di antara sesama Muslim. Dan mereka semua pasti memperoleh pahala-pahala dan anugerah yang tak kecil nilainya dari Allah SWT.
Sebab itulah Allah SWT dan Rasul-Nya memberikan perhatian yang agung kepada majelis dzikir dan majelis ta’lim.
Ya Allah, bimbinglah kami kepada kebaikan. Tambahkanlah rahmat-Mu untuk kami. Siramkan anugerah-anugerah-Mu kepada kami. Elokkanlah dhahir dan bathin kami, serta niat dan tujuan kami. Sirnakan kesulitan dari kaum muslimin. Dengan kasih-Mu, wahai Yang Maha Kasih Sayang.

Baca Selengkapnya...

Sirah Rasulullah perlu dihidupkan bukan setakat kajian

Oleh Hasliza Hassan
Ummah perlu hayati perjalanan hidup Nabi Muhammad untuk mengenali Islam sebenar
MUSLIM masa lampau apabila membaca sirah Rasulullah akan terus terkesan dan berubah dari segi amalan serta kehidupan mengikut panduan ditunjukkan Baginda. Ini kerana perasaan cinta yang lahir terhadap junjungan besar itu.
Tetapi, Muslim sekarang tidak begitu walaupun menulis atau membuat kajian mengenai keperibadian, sejarah dan kehidupan Rasulullah SAW. Ini disebabkan sirah bagi mereka seperti mengkaji mengenai pemimpin terkenal.
Sebab itu, sesiapa saja boleh menulis atau menerbitkan buku sirah Rasulullah tetapi tidak ramai yang berubah kerana maklumat serta pengetahuan yang diperoleh tidak meresap dalam jiwa. Ia hanya sebagai bahan ilmiah.
Pensyarah di Universiti Damsyik, Syria, Sheikh Profesor Dr Mohammad Said Ramadan Al-Bouti, berkata sirah perlu difahami supaya Muslim mendapat gambaran sebenar mengenai Islam dari segi akidah dan aplikasi syariah yang tercermin dalam kehidupan Nabi Muhammad.
Justeru katanya, bidang itu perlu diberi nama baru iaitu fiqh sirah nabawiyah supaya usaha memahami keperibadian Rasulullah melalui perjalanan kehidupan serta keadaan dihadapi Baginda mampu memberi kesan dan membawa perubahan kepada umat Islam.
Kajian mengenai sirah bukan sekadar tujuan ilmiah saja. Untuk itu, perlu ada pendekatan baru supaya Islam benar-benar dihayati. Bagaimana untuk mempraktikkan apa yang difahami serta dihayati daripada sirah dalam hidup juga berbeza dengan membuat kajian mengenai sirah.
Setakat menulis satu buku mengenai sirah, siapa pun boleh tetapi itu bukan jaminan ia akan membawa perubahan, katanya pada syarahan umum bertajuk Aplikasi Fiqh Sirah Dalam Realiti Semasa kepada 160 hadirin yang memenuhi Dewan Besar Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM), di ibu negara, Selasa lalu.
Beliau berkata, aplikasi fiqh sirah boleh berlaku jika semua memahami, menghayati kandungannya seterusnya memainkan peranan masing-masing berpandukan kepada contoh terbaik ditunjukkan Rasulullah dalam seluruh kehidupan secara jelas dan sempurna.
Dr Mohammad Said berkata, apabila peristiwa yang digambarkan sepanjang perjalanan hidup Rasulullah difahami, diselami dan dihayati, umat Islam akan dapat merasakan seolah-olah Baginda ada bersama mereka walaupun hakikatnya adalah sebaliknya.
Beliau berkata, pengalaman itu pernah dirasai pelajar beliau yang mengikuti pengajian sirah apabila mereka menangis dalam kelas kerana menghayati peristiwa ditempuhi Rasulullah seolah-olah mereka turut melalui keadaan itu.
Katanya, mempelajari atau mengkaji fiqh sirah perlu dilakukan secara berkumpulan supaya teori dan amalannya dapat dihayati sementara hasil perbincangan serta analisis yang dibuat tersebar luas untuk dimanfaatkan.
Fiqh sirah tidak boleh dikaji secara bersendirian kerana akan menghasilkan kefahaman yang terhad berbanding apabila dibaca dan dibincang secara ramai-ramai atau berkumpulan. Saya berdoa kepada Allah supaya diberi hidayah dan dimudahkan mereka yang ingin mengkaji fiqh sirah, katanya.
Katanya, mempelajari sirah Rasulullah membantu umat Islam memahami kitab Allah kerana ayat al-Quran ditafsir dan dijelaskan maksudnya melalui peristiwa pernah dihadapi Rasulullah.
Sirah cukup relevan hingga hari ini kerana seluruh kehidupan Baginda mencakupi semua aspek yang memberi kehidupan mulia kepada semua golongan yang mengatur segala urusan dengan adil dan bijaksana.
Sama ada sebagai pemimpin adil, suami dan ayah penyayang, panglima perang yang mahir, negarawan dan sebagai Muslim, semuanya dapat melakukan keseimbangan antara kewajipan beribadat kepada Allah serta bergaul dalam keluarga dan masyarakat dengan baik.
Dengan mempelajari sirah, seseorang Muslim dapat mengumpul banyak pengetahuan dan ilmu Islam yang benar dalam perkara akidah, hukum dan akhlak kerana kehidupan Rasulullah adalah gambaran kukuh daripada sejumlah prinsip serta hukum.
Menjawab soalan peserta bagaimana fiqh sirah boleh membawa perubahan dalam keadaan realiti semasa, Dr Mohammad Said menjelaskan beliau tidak suka menggunakan kalimah perubahan malah tidak pernah menggunakannya dalam ceramah atau penulisan.
Katanya, perubahan mungkin akan membawa kepada perubahan hukum Islam kepada undang-undang lain sedangkan prinsip Islam tetap dan tidak akan berubah. Malah, menjadi tanggungjawab semua umat Islam untuk menjaga prinsip itu daripada diubah.
Memang ada hadis Allah akan membangkitkan pada awal setiap seratus tahun seorang mujaddid. Ramai faham mujadid itu perubahan tetapi jangan disebabkan ingin membuat perubahan, menyebabkan mereka merubah atau menukar agama, katanya.
Beliau turut menolak pandangan peserta bahawa wujudnya kekangan politik dan undang-undang yang menghalang aplikasi fiqh sirah dalam kehidupan terutama kepada mereka yang membaca sirah, mencintai Rasulullah dan mengikut contoh teladan ditunjukkan Baginda.
Daripada mana datangnya kekangan dan siapa yang sebabkan kekangan? Mereka ini juga ada hati dan iman, oleh itu, kita pikat hati dan iman mereka dengan mengajak membuat kajian bagi mendekatkan diri kepada Rasulullah seterusnya menghayati serta melaksanakan fiqh sirah.
Cabaran dari luar mungkin ada tetapi jika dalaman kita tidak dapat menghayati diri Rasulullah dan tidak melaksanakannya, tidak perlu tengok kekangan luar. Yang penting ialah penghayatan dalam diri untuk terus melaksanakan fiqh sirah, katanya.

Baca Selengkapnya...

Semua Berjalan di Jalannya Masing-Masing – Al Habib Umar bin Hafidh

Oleh : Alhabib Umar bin Hafidh
(Disampaikan dalam rangkain acara Multaqo Ulama di Masjid Agung Jawa Tengah – MAJT, Semarang dari tanggal 17 – 18 April 2009)
Kita mendapat nikmat yang besar dari Allah Swt. Dahulu orang terdahulu mendapatkan nikmat seperti yang kita rasakan dengan perjuangan yang sangat berat sehingga kita sekarang dapat merasakan nikmat tersebut.
Oleh karena itu kita yang mempunyai kemampuan (ulama) harus menyelamatkan masyarakat. Halaqoh dzikir dan ilmu harus terus hidup di masyarakat karena kita mempunyai murid-murid. Kita harus terus menyempurnakan tawasul kita, menyempurnakan silaturrahim diantara kita untuk meningkatkan dakwah kita.
Saya datang ke Indonesia sejak 17 tahun yang lalu. Di sini (Indonesia) masih terjaga madzhab Syafi’i, tapi akhir-akhir ini ada madzhab yang tidak baik yang kalau kita tidak berhati-hati maka madzhab tersebut akan menyesatkan kita.
Kita harus bekerja sama agar masalah-masalah seperti ini dapat terselesaikan dengan tidak terganggu oleh latar belakang kita masing-masing. Dengan saling bertemu kita dapat menyedikitkan kesalah-pahaman sehingga keadaan yang lebih baik akan kita dapatkan.
Ini tidak ada niat lain kecuali ingin menyatukan umat. Ilmu adalah mempunyai kedudukan yang tinggi sehingga bagi orang yang berilmu tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada orang lain untuk mengikuti keinginannya. Seperti halnya politik, partai-partai tidak bisa memaksa kyai atau ulama untuk meninggalkan pondok pesantrennya hanya untuk masuk ke partainya. Semua harus tetap berjalan di jalannya masing-masing akan tetapi tetap harus sering-sering bertemu (silaturrahim).
Silaturrahim ini tidak membahas latar belakangnya masing-masing, tidak! Tapi pertemuan-pertemuan yang membahas kebaikan umat.
Lihatlah dzikir kita, apakah membawa hasil bagi kita? Apakah membawa pengaruh bagi diri kita?
Oleh : Alhabib Umar bin Hafidh
(Disampaikan dalam rangkain acara Multaqo Ulama di Masjid Agung Jawa Tengah – MAJT, Semarang dari tanggal 17 – 18 April 2009)
Kita mendapat nikmat yang besar dari Allah Swt. Dahulu orang terdahulu mendapatkan nikmat seperti yang kita rasakan dengan perjuangan yang sangat berat sehingga kita sekarang dapat merasakan nikmat tersebut.
Oleh karena itu kita yang mempunyai kemampuan (ulama) harus menyelamatkan masyarakat. Halaqoh dzikir dan ilmu harus terus hidup di masyarakat karena kita mempunyai murid-murid. Kita harus terus menyempurnakan tawasul kita, menyempurnakan silaturrahim diantara kita untuk meningkatkan dakwah kita.
Saya datang ke Indonesia sejak 17 tahun yang lalu. Di sini (Indonesia) masih terjaga madzhab Syafi’i, tapi akhir-akhir ini ada madzhab yang tidak baik yang kalau kita tidak berhati-hati maka madzhab tersebut akan menyesatkan kita.
Kita harus bekerja sama agar masalah-masalah seperti ini dapat terselesaikan dengan tidak terganggu oleh latar belakang kita masing-masing. Dengan saling bertemu kita dapat menyedikitkan kesalah-pahaman sehingga keadaan yang lebih baik akan kita dapatkan.
Ini tidak ada niat lain kecuali ingin menyatukan umat. Ilmu adalah mempunyai kedudukan yang tinggi sehingga bagi orang yang berilmu tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada orang lain untuk mengikuti keinginannya. Seperti halnya politik, partai-partai tidak bisa memaksa kyai atau ulama untuk meninggalkan pondok pesantrennya hanya untuk masuk ke partainya. Semua harus tetap berjalan di jalannya masing-masing akan tetapi tetap harus sering-sering bertemu (silaturrahim).
Silaturrahim ini tidak membahas latar belakangnya masing-masing, tidak! Tapi pertemuan-pertemuan yang membahas kebaikan umat.
Lihatlah dzikir kita, apakah membawa hasil bagi kita? Apakah membawa pengaruh bagi diri kita?

Baca Selengkapnya...

Kisah Menarik Perbezaan Sang Alim & Sang Abid Tanpa Ilmu

Satu kisah menarik yang ingin saya kongsikan bersama para pembaca sekalian. Kisah ini saya nukilkan daripada apa yang disampaikan oleh Syaikhuna al-Allamah al-Hafidz Muhammad bin Ibrahim bin Abdul Ba’ith al-Kittani al-Syafie hafizahullah ketika beliau menyampaikan ceramah di Dewan Besar Yayasan Khairiah , Kupang Baling Kedah. Kebetulan pada waktu itu, saya disuruh oleh Syaikhuna Muhammad Ibrahim hafizahullah untuk menterjemahkan ucapan beliau di dalam Bahasa Melayu agar mudah difahami oleh para pendengar.
Syaikhuna memilih untuk membicarakan tentang kelebihan ilmu dan amal bagi penuntut ilmu. Maka beliau menceritakan sebuah cerita yang menarik perhatian semua pendengar pada petang tersebut.
Pada suatu masa dahulu, terdapat seorang raja yang sangat bijak. Raja tersebut ingin mengajarkan kepada rakyat jelata suatu perkara yang sangat penting. Mungkin pada waktu itu masyarakat tidak dapat membezakan mana satu golongan alim dan mana satu golongan abid ( yang hanya beribadah tanpa ilmu) .
Maka raja memanggil seorang alim dan seorang abid yang tiada ilmu bagi membuktikan bahawa antara kedua-dua golongan ini pasti terdapat perbezaan yang jelas.
Raja menyuruh kedua-dua orang ini masuk ke dalam bilik yang berbeza. Setiap bilik diletakkan perkara yang sama iaitu diletakkan sebilah pisau, sebotol arak dan seorang wanita. Sang Raja juga mengarahkan kepada kedua-dua orang tersebut untuk melaksanakan salah satu daripada tiga perkara iaitu sama ada meminum arak, atau berzina dengan wanita tersebut atau mengambil pisau yang disediakan lalu membunuh wanita tersebut bagi mengelakkan daripada melakukan dosa zina.
Bilamana dimasukkan si alim dan si abid di dalam bilik masing-masing yang sudah tersedia di dalamnya ketiga-tiga perkara tersebut. Maka kedua-duanya sebaik sahaja berhadapan dengan ketiga-tiga perkara yang diarahkan oleh Sang Raja melaksanakan salah satu daripadanya, masing-masing punya pemikiran dan cara penyelesaian yang berbeza.
Bagaimana Sang Alim dan Sang Abid ini menyelesaikannya? Saya akan ceritakan satu persatu mengikut turutan. Kita lihat dahulu apa yang difikirkan oleh Sang Abid dan bagaimana dia menyelesaikan masalah tersebut.
SANG ABID DAN PENYELESAIANNYA
Sebaik sahaja masuk di dalam bilik tersebut, Sang abid melihat ketiga-tiga perkara telah berada di hadapannya. Sebilah pisau, sebotol arak dan seorang wanita cantik. Maka terlintas di dalam fikiran sang abid bahawa ketiga-tiga ini adalah dosa . Mengambil pisau dan menggunakan pisau tersebut untuk membunuh wanita cantik tersebut bagi mengelakkan zina adalah merupakan dosa yang besar. Berzina dengan wanita tersebut juga merupakan dosa yang besar. Perkara yang paling ringan sedikit berbanding membunuh dan berzina adalah minum arak. Maka , sang abid yang yakin dengan jalan penyelesaiannya terus mengambil botol arak dan meneguk isinya .
Apa yang berlaku seterusnya? Sebaik sang abid tersebut selesai minum arak, dia terus mabuk dan di dalam keadaan tersebut , dia menghampiri wanita cantik itu lalu mengajaknya bersetubuh dan akhirnya mereka berzina . Sebaik selesai berzina, sang abid sedar akan kesalahan yang dilakukannya . Bagi mengelakkan si wanita membongkarkan rahsianya, maka dia terus mengambil pisau dan membunuh wanita tersebut.
Maka , secara tidak sedar , Sang Abid telah melakukan ketiga-tiga perkara dosa tersebut secara sekaligus.
Bagaimana pula keadaan Sang Alim di bilik yang lain? Bagaimanakah dia menyelesaikannya?
Kita akan melihat pula bagaimanakah cara penyelesaian dan pemikiran Sang Alim tersebut.
SANG ALIM DAN PENYELESAIANNYA
Sebaik sahaja sang alim tersebut masuk ke dalam bilik itu, beliau tersentak dengan kewujudan ketiga-tiga perkara tersebut. Sang Raja telah mengarahkan agar melaksanakan salah satu daripada tiga perkara itu.
Sang Alim berfikir, “ Jika aku mengambil pisau dan membunuh wanita itu maka aku telah melakukan dosa membunuh. Membunuh adalah dosa yang besar di sisi Allah taala. Jika aku berzina dengan wanita tersebut juga ianya merupakan dosa yang besar di sisi Allah taala. Jika aku mengambil arak dan meminumnya maka itu juga merupakan dosa yang besar. Jadi bagaimanakah cara yang terbaik untuk aku laksanakan?”
Sang Alim terfikir lagi , “ Jika aku meminum arak, akalku akan hilang dan kemungkinan aku akan laksanakan perkara yang aku tidak fikirkan. Maka jalan yang terbaik pada waktu sekarang adalah dengan aku mengambil pandangan di dalam Mazhab al-Imam Abu Hanifah radhiyallahu anhu yang membenarkan seorang wanita tersebut mengahwinkan dirinya sendiri tanpa kewujudan dan persetujuan walinya”
Maka sang alim terus pergi kepada wanita tersebut dan mengatakan kepadanya : “ Wahai wanita, sudikah kamu berkahwin denganku?
Wanita tersebut bersetuju dengan cadangan yang diberikan oleh Sang Alim tersebut. Maka sang alim tersebut melafazkan lafaz nikah dan sang wanita bersetuju dan menerimanya. Maka secara hukumnya mereka telah berkahwin mengikut pendapat di dalam Mazhab al-Imam Abu Hanifah rahimahullah.
Secara tidak langsung, sang alim telah menjauhkan dirinya daripada kesemua dosa tersebut. Beliau tidak membunuh, tidak minum arak dan berzina. Malah beliau mendapatkan perkara yang lebih besar daripada itu iaitu dengan berkahwin dengan wanita cantik tersebut.
Selesai perkara tersebut, Sang Raja tersenyum kerana akhirnya beliau dapat membuktikan tetap ilmu itu lebih mulia daripada segalanya. Tanpa ilmu seseorang itu akan tersilap melakukan penilaian yang terbaik.
Mohd Nazrul Abd Nasir,
Penuntut Ilmu Di Masjid al-Azhar al-Syariff & Masjid al-Asyraff,
Wangsa Maju, Selangor Darul Ehsan,
Malaysia

Baca Selengkapnya...

Kisah Nabi Musa Membelah Laut Merah Terbukti secara Ilmiah

Angin mampu menghempaskan air laut hingga mencapai dasar lautan pada satu titik sehingga seperti membentuk sungai yang membungkuk untuk menyatu dengan laguna di pesisir.
Kisah Nabi Musa AS membelah Laut Merah tiba-tiba kembali populer. Pasalnya, salah satu mukzijat yang diberikan Allah SWT saat menghindari kejaran Fir’aun dan pasukannya, sebagaimana tertulis dalam Al-Quran maupun alkitab, ini didukung secara ilmiah.
Setelah melalui riset yang cukup lama, para ilmuwan Amerika Serikat menyimpulkan, dilihat dari sisi ilmiah, kisah Laut Merah yang terbelah sangat mungkin terjadi. Angin dari timur yang berembus kencang sepanjang malam bisa mendorong air laut dan membelah Laut Merah seperti yang tertulis pada kitab suci agama samawi.
Menurut tulisan dari kitab suci Islam maupun Kristen, Nabi Musa AS memimpin umat Yahudi keluar dari Mesir karena kejaran Fira’un pada 3.000 tahun yang lalu. Laut Merah saat itu terbelah sementara untuk membantu rombongan Nabi Musa AS melintas dan langsung menutup kembali, menenggelamkan para tentara Fir’aun yang berada di belakangnya.
Simulasi komputer yang mempelajari bagaimana angin mempengaruhi air memperlihatkan, angin mampu menghempaskan air laut hingga mencapai dasar lautan pada satu titik sehingga seperti membentuk sungai yang membungkuk untuk menyatu dengan laguna di pesisir. Laguna itu memiliki panjang tiga hingga empat kilometer dan lebar sejauh lima kilometer yang terbelah selama empat jam. “Hasil simulasi sangat cocok dengan kisah itu,” kata pemimpin NCAR yang melakukan studi ini, Carl Drews, seperti dilansir Reuter.

Baca Selengkapnya...

Apakah Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw itu BID’AH DHOLALAH..???

Berikut ini jawaban dari Habib Munzir Al Musawwa perihal maulid…
Alaikum Salam warahmatullah wabarakatuh,
Keridhoan dan kelembutan Nya semoga selalu membuka jalan kemudahan pada hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,mengenai hukum maulid telah saya jawab dengan gamblang, dan saya juga telah menjawab banyak masalah masalah bid;ah, tawassul, tahlil dll pada buku karangan saya : “Kenalilah Aqidahmu” yg bisa dipesan di web ini melalui sekertariat kami,
mengenai maulid berikut saya lampirkan artikel saya yg di buku tsb :
PERINGATAN MAULID NABI SAW
ketika kita membaca kalimat diatas maka didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok muslimin, saya akan meringkas penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan syariah).
Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yg membuat mereka gembira, apakah keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan pesta, mabuk mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian adat istiadat diseluruh dunia.
Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya• Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS Maryam 33)• Firman Allah : “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15)• Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177)• Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yg menjadi pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)• Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)• Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yg terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)• Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yg 1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.
Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau sawKetika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : “Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits no.1162). dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw asal dg puasa.
Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh boleh saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya, contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah.. bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yg berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yg perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dg hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya,
dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yg lebih luas dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1 januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yg berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya dg puasa saja maka tentunya dari dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa.
Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu.Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yg perhatian pada hari kelahiran beliau saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.
Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi sawBerkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka Abbas ra memuji dg syair yg panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain hadits no.5417)
Kasih sayang Allah atas kafir yg gembira atas kelahiran Nabi sawDiriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dg kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yg meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya.
Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjidHassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yg lalu ditegur oleh Umar ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yg lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dg doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)
Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana beberapa hadits shahih yg menjelaskan larangan syair di masjid, namun jelaslah bahwa yg dilarang adalah syair syair yg membawa pada Ghaflah, pada keduniawian, namun syair syair yg memuji Allah dan Rasul Nya maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat yg mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz 8 hal 337).
Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan Maulidsebelumnya perlu saya jelaskan bahwa yg dimaksud Al Hafidh adalah mereka yg telah hafal lebih dari 100.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya, dan yg disebut Hujjatul Islam adalah yg telah hafal 300.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya.
1.      Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :Telah jelas dan kuat riwayat yg sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yg berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : “hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : “kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yg diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dg pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yg melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al Imran 164)
2.      Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832 dg sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah beliau saw yg kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yg telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil’aalamiin dan membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman teman dan saudara saudara, menjamu dg makanan makanan dan yg serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama : “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.
3.      Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :Merupakan Bid’ah hasanah yg mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yg diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dg kelahiran Nabi saw.
4.      Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari). maka apabila Abu Lahab Kafir yg Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dg muslim ummat Muhammad saw yg gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.
5.      Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy :Serupa dg ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil hadits Abu Lahab
6.      Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyahberkata ”tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pd malamnya dg berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yg sangat besar”.
7.      Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullahdalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : ”ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw”
8.      Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullahdengan karangan maulidnya yg terkenal ”al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dg tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yg membacanya serta merayakannya”.
9.      Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: ”Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kpd orang yg menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar”.
10.  Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yg terkenal dg Ibn Dihyah alkalbidg karangan maulidnya yg bernama ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”
11.  Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dg maulidnya ”urfu at ta’rif bi maulid assyarif”
12.  Imam al Hafidh Ibn Katsir yg karangan kitab maulidnya dikenal dg nama : ”maulid ibn katsir”
13.  Imam Al Hafidh Al ’Iraqy dg maulidnya ”maurid al hana fi maulid assana”
14.  Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiytelah mengarang beberapa maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.
15.  Imam assyakhawiy dg maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi
16.  Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi dg maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah
17.  Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy yg terkenal dg ibn diba’ dg maulidnya addiba’i
18.  Imam ibn hajar al haitsamidg maulidnya itmam anni’mah alal alam bi maulid syayidi waladu adam
19.  Imam Ibrahim Baajuri mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar
20.  Al Allamah Ali Al Qari’ dg maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi
21.  Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji dg maulidnya yg terkenal maulid barzanji
22.  Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani dg maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad
23.  Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy dg maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’
24.  Imam Ibrahim Assyaibaniy dg maulid al maulid mustofa adnaani
25.  Imam Abdulghaniy Annanablisiy dg maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi”
26.  Syihabuddin Al Halwanidg maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif
27.  Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati dg maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar
28.  Asyeikh Ali Attanthowiydg maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa
29.  As syeikh Muhammad Al maghribi dg maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.
Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yg menentang dan melarang hal ini, mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yg menentang maulid sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata hanya menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yg jelas jelas meniru kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam.
Berdiri saat Mahal Qiyam dalam pembacaan MaulidMengenai berdiri saat maulid ini, merupakan Qiyas dari kerinduan pada Rasul saw, dan menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yg dianjurkan oleh Rasul saw adalah berdiri, sebagaimana diriwayatkan ketika sa’ad bin Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada kaum anshar : “Berdirilah untuk tuan kalian” (shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra untuk Ka’b bin Malik ra.
Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yg dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk kedatangan Imam yg adil dan yg semacamnya merupakan hal yg baik, dan berkata Imam Bukhari bahwa yg dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yg duduk, dan Imam Nawawi yg berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka taka apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang, namun adapula pendapat lain yg melarang berdiri untuk penghormatan.(Rujuk Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 12 hal 93)
Namun sehebat apapun pendapat para Imam yg melarang berdiri untuk menghormati orang lain, bisa dipastikan mereka akan berdiri bila Rasulullah saw datang pada mereka, mustahil seorang muslim beriman bila sedang duduk lalu tiba tiba Rasulullah saw datang padanya dan ia tetap duduk dg santai..
Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah masalah ghaib yg tak bisa disyarahkan dengan hukum dhohir,semua ucapan diatas adalah perbedaan pendapat mengenai berdiri penghormatan yg Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri untuk memuliakan beliau saw.
Jauh berbeda bila kita yg berdiri penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk kerinduan kita pada nabi saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau saw.
Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yg padanya dibacakan puji pujian untuk nabi saw, lalu diantara syair syair itu merekapun seraya berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh Imam imam yg hadir bersamanya, dan didapatkan kesejukan yg luhur dan cukuplah perbuatan mereka itu sebagai panutan,dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid’ah hasanah sudah menjadi kesepakatan para imam bahwa itu merupakan hal yg sunnah, (berlandaskan hadist shahih muslim no.1017 yg terncantum pd Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah hasanah,
Dan berkata pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yg mengadakannya. (Sirah Al Halabiyah Juz 1 hal 137)
Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yg diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan Rasul saw yg sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan risalah pada ummat yg dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yg mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini merupakan hal yg mustahab (yg dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua yg menjadi penyebab kewajiban dengannya maka hukumnya wajib.
contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus membeli dulu, maka membeli baju hukumnya berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk melaksanakan shalat yg wajib .
contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan membuat kantong baju hukumnya mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan membawa siwak dan baju kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita membuat kantong baju untuk menaruh siwak, maka membuat kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, karena diperlukan untuk menaruh siwak yg hukumnya sunnah.
Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah merupakan hal yg wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan ummat sudah tak perduli dg Nabinya saw, tak pula perduli apalagi mencintai sang Nabi saw dan rindu pada sunnah beliau saw, dan untuk mencapai tablig ini adalah dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi saw serta silaturahmi.
Sebagaimana penulisan Alqur’an yg merupakan hal yg tak perlu dizaman nabi saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena sahabat mulai banyak yg membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat yg wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.
Hal semacam in telah difahami dan dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin yg awam, namun hanya sebagian saudara saudara kita muslimin yg masih bersikeras untuk menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.
Walillahittaufiq
mengenai kejelasan hukum Bid’ah dll telah saya jelaskan dg rinci pada buku saya : “Kenalilah Akidahmu”.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,
Wallahu a’lam bishowab
Jawaban Habib Munzir bin Fuad al Musawa (Pimp.Majelis Rasulullah Saw) Mengenai Hukum Maulid Nabi Saw
Sumber : http://pondokhabib.wordpress.com/2010/10/06/apakah-perayaan-maulid-nabi-muhammad-saw-itu-bidah-dholalah/

Baca Selengkapnya...

Siapakah Keturunan Rasulullah (Para Habaib)..???

Banyak diantara kita sudah mengira bahwa Dzurriyatur Rasul (keturunan dari pada nabi Muhammad SAW) itu sudah tidak ada. Bahkan dengan mengatasnamakan perkembangan teknologi, banyak diantara kaum muslimin dan muslimat yang tertipu dengan tipu daya yang tidak beralasan. Terlebih lagi, semakin maraknya faham-faham yang tidak mempercayai dzurriyatur rasul itu ada, membuat deretan pemahaman tentang ahlul bait semakin rendah. Hanya dengan mengandalakan ‘bukti yang otentik’, banyak dari kalangan umat islam meragukan atas keturaunan Rasulullan SAW.
Apakah seperti ini wajah umat islam yang sekarang? Wajah yang tidak mencintai Rasul-nya, dan dengan rela membiarkan manusia yang agung terputus sanad-nya. Apakah mungkin Allah SWT membiarkan keturunan sang ‘kekasih-nya’ terputus begitu saja ? Muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah SWT, marilah kita kaji sejenak pembahasan sejarah dibawah ini. Sesungguhnya Sayyidina Siti Fatimah r.a mempunya tiga orang putra, Al Hasan r.a, Al Husain r.a serta Muhsin r.a. Dan dua orang putri Ummu Kulsum r.a dan Zainab r.a. Adapun Sayyidina Hasan r.a dan husain r.a dalam buku-buku sejarah dikenal sebagai tokoh-tokoh Ahlul Bait, yang meneruskan keturunan Rasulullah SAW. Salah satu keistimewaan atau Fadhal Ikhtisos yang didapat oleh Sayyidah Siti Fatimah r.a adalah bahwa keturunannya atau Dzurriayturnya disebut sebagai Dzurriyah Rasulullah SAW. Sebagaimana sesuai dengan keterangan Rasulullah SAW, bahwa anak-anak Fatimah r.a itu bernasab kepada Rasulullah SAW. Sehingga berbeda dengan orang-orang lain yang bernasab kepada ayahnya. Rasulullah SAW bersabda ; Artinya :
“Semua bani Untsa (Manusia) mempunyai ikatan keturunan ke ayahnya, kecuali anak-anak Fatimah, maka kepada akulah(Rasulullah SAW) bersambung ikatan keturunan mereka dan akulah ayah-ayah mereka.” (H.R. Tobroni).
Imam Suyuti dalam kitab “Aljamik As Shohir” Juz 2 halaman 92. Menerangkan, bahwa Rasulullah pernah bersabda : Artinya : “Semua Bani Adam (Manusia) mempunyai ikatan keturunan dari ayah kecuali anak-anak Fatimah, maka akulah ayah mereka dan akulah Asobah mereka (Ikatan keturunan mereka).” (H.R. At-Tobroni dan Abu Ya’la).
Dalam tafsir Al-Manar Syekh Muhammad Abduh mengutip sabda Rasulullah SAW : Artinya : “Semua anak adam (Manusia) bernasab (ikatan keturunan) keayahnya kecuali anak-anak Fatimah, maka akulah(Rasulullah SAW) ayah mereka dan akulah yang menurunkan mereka”.
Itulah sebabnya, keturunan Sayyidah Siti Fatimah r.a (dalam hal ini para habib) disebut Dzurriyyaturtosul atau keturunan Nabi Muhammad SAW. Dibawah ini nukilan Fatwa dari seorang ulama besar dan mufti resmi kerajaan Saudi Arabia yang bermazhab WAHABI, yaitu AL-Alamah Syeikh Abdul Aziz bin Abdul Bin Baz yang dimuat dalam majalah “AL-MAIDAH” hal 9 no 5692 tanggal 24 oktober 1982. Seorang dari Irak menanyakan kepada beliau mengenai kebenaran golongan yang mengaku sebagai Sayyid atau sebagai anak cucu keturunan Rasulullah SAW. Jawab Syeikh Abdul Aziz Bin Baz : “Orang-orang seperti merka itu terdapat diberbagai tempat dan Negara. Mereka juga dikenal dengan gelar “Syarif”.
Sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang yang mengetahui, bahwa mereka itu berasal dari Ahlul Bati Rasulullah SAW. Diantara mereka ada yang sisilahnya berasal dari Sayyidina Al-Hasan r.a dan ada yang berasal dari Sayyidina Al-Husain r.a. ada yang dikenal dengan gelar Syarif dan juga dengan gelar Sayyid. Hal itu merupakan kenyataan yang diketahui umum di negeri yaman dan negeri-negeri lainnya. Adapun mengenai menghormati mereka, mengakui keutamaan mereka dan memberikan kepada mereaka apa yang telah menjadi hak mereka, maka semua itu adalah merupakan perbuatan yang baik. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW berulang-ulang mewanti-wanti
“Kalian kuingatkan kepada Allah akan Ahlulbaitku,… Kalian kuingatkan kepada Allah akan Ahlulbaitku,… Kalian kuingatkan kepada Allah akan Ahlulbaitku,…”
Demikain sebagian dari Fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Baz mengenai masih adanya keturunan Rasulullah SAW. Begitupun dengan Al-Allamah Dr. Muhamad Abdul Yamani, seorang ahli sejarah Ahlul Bait. Beliau adalah mantan menteri penerangan kerajaan Saudi Arabai. Dalam bukunya yang berjudul “Allimu Awladakum Mahabbatan Ahlu Baitinnabi” halaman 30 cetakan ke-2, ketika beliau membahsa Sayyid dan Syarif, beliau menulis : Sayyid dan syarif adalah keturunan Sayyidah Fatimah r.a dan Sayidina Ali Karomawlloohi wajhah. Tidak ada beda antara kedua gelar dari segi nasab dan kemuliaan hebungaun dengan sayyidina Muhammad SAW. Mereka semua berasal dari keturunan Rasulullah SAW dan dapat dihargai, dihormati dan dicintai serta dimuliakan. Demikian sedikit keterangan Dr. Muhammad Abdul Yamani mengenai keberadaan Siti Fatimah binti Rasulullah SAW yang tersebar diberbagai Negara. Khususnya di Indonesia banyak yang menyebutnya dengan sebutan HABIB.
Delapan dari sembilan wali Songo yang dikenal sebagai penyebar agama Islam di Jawa adalah keturunan Rasulullah SAW. Karena jasa merekalah 90% dari rakyat Indonesia sekarang ( ±200 Juta) beragama Islam. Keberadaan mereka diIndonesia bagaikan penyelamat bangsa. Hal ini sesuai dengan keterangan Rasulullah SAW, dimana beliau pernah bersabda : Artinya : “Ketahuilah, sesungguhnya perumpamaan Ahlul Baiti ku diantara kaliah adalah seperti kapal Nuh diantara kaumnya. Barang siapa menaikinya ia pun selamat dan siapa pun tertinggal olehnya ia pun tenggelam” (H.R. Muslim)
Jelas sudah bahwa para Habib adalah keturunan dari Rasulullah SAW berdasarkan keterangan diatas. Semoga bagi mereka yang masih belum bias mengakui bahwa Sayyid, Syarif dan juga para Habaib adalah Dzurriyatur Rasul(Keturunan Nabi Muhammad SAW) Allah berikan Taufiq serta Hidayah kepada mereka semua agar mereka selamat serta mendapatkan keberkahan dalam hidup nya. Amin…..

Baca Selengkapnya...